Aneng, seorang pemuda Habang mantan pekerja dompeng, menceritakan masa lalunya. Uang hasil menyaring emas dihabiskannya untuk berjudi dan berpesta minuman keras. Hal ini juga diperburuk dengan maraknya peredaran narkoba di Kalimantan. Ketika industri ekstraksi ini mulai surut, Aneng kebingungan. Ia kehilangan penghidupan dan pekerjaan, namun utamanya, Aneng telah kehilangan masa muda dan kesempatan mengembangkan diri untuk bisa bekerja di bidang lainnya. Kisah ini juga terjadi pada banyak pemuda seumuran Aneng lainnya.
Dua generasi yang lalu, Sagatani adalah desa kecil dengan hutan hujan yang rimbun dan Danau Sarantangan yang jernih dan indah. Masyarakat desa merawat hutan dan mengolah kebun untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Wajah desa dan danau yang asri berubah ketika penambangan emas liar datang ke wilayah Habang, Desa Sagatani, dua puluh tahun yang lalu. Hutan dibabat dan dikeruk tanahnya menyisakan lubang menganga. Air danau yang semula jernih pun menjadi keruh dan tercemar limbah logam berat.
Dompeng, begitu warga desa menyebut mesin penyaring emas yang beroperasi tanpa izin di kampung mereka. Mesin bersuara nyaring dan berasap hitam tebal ini tersebar di wilayah Danau Sarantangan. Kehadiran dompeng tidak hanya mengubah wajah desa, namun juga gaya hidup dan dinamika sosial masyarakat yang tinggal di Habang. Kemudahan pekerja dompeng untuk mendapatkan uang dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat seringkali membuat anak-anak meninggalkan sekolah untuk menyaring pasir emas, meski tanpa protokol keamanan dan kesehatan yang baik.